Borneo Times – Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Nunukan, Dr. Andi Muliyono, SH, MH, menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap minimnya perhatian pemerintah pusat terhadap wilayah perbatasan, khususnya Pulau Sebatik. Hal ini disampaikannya usai rapat paripurna di Gedung DPRD Nunukan pada Senin (7/7/2025).
Menurut Andi, Pulau Sebatik yang merupakan pulau terluar dan berbatasan langsung dengan Malaysia seharusnya mendapatkan perhatian serius, tidak hanya dijadikan simbol politik atau bahan pidato semata.
"Perbatasan tidak cukup hanya dibanggakan dalam pidato-pidato politik. Masyarakat butuh bukti bahwa negara hadir dan melindungi mereka," tegasnya.
Ia mengungkapkan bahwa hingga kini status hukum wilayah perbatasan di Sebatik masih belum jelas. Kondisi ini diperparah dengan adanya klaim sepihak dari pemerintah Malaysia terhadap beberapa titik darat dan laut yang sebenarnya berada di wilayah Indonesia.
Andi juga menyoroti keberadaan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Sebatik yang telah menghabiskan anggaran lebih dari Rp200 miliar, namun belum difungsikan secara maksimal.
“Kalau tidak digunakan sebagaimana mestinya, itu bisa dikategorikan sebagai bentuk pemborosan, bahkan indikasi korupsi. Kita tidak boleh mengabaikan ini,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menilai bahwa sengketa wilayah yang telah berlangsung lama antara Indonesia dan Malaysia membutuhkan penyelesaian segera. Terlebih, berdasarkan hasil monitoring DPRD, terdapat potensi sumber daya alam seperti bijih emas di wilayah daratan Sebatik yang kini justru menjadi bagian dari klaim Malaysia.
Ia juga mengkritik lemahnya posisi Indonesia dalam memperjuangkan wilayah perbatasan secara hukum internasional, dibandingkan Malaysia yang menggunakan dasar sejarah kolonial Inggris secara agresif.
"Kita tidak ingin bersengketa dengan negara tetangga. Tapi kita butuh kepastian hukum agar rakyat tenang dan bisa hidup sejahtera di tanah kelahirannya sendiri," kata politisi dari Fraksi Gerindra ini.
Andi juga menyinggung dampak sosial dari ketidakpastian hukum di perbatasan, di mana warga Indonesia di Sebatik harus bergantung pada Malaysia untuk memenuhi kebutuhan dasar karena lemahnya sistem distribusi dalam negeri dan minimnya regulasi yang mendukung.
Ia mengingatkan agar pemerintah tidak mengulangi kesalahan seperti lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan.
“Jangan sampai kita dipermalukan lagi di forum internasional. Kita harus bersatu menjaga tanah air, sejengkal pun tidak boleh lepas,” tegasnya.
Di akhir pernyataannya, Andi meminta pemerintah pusat untuk tidak menjadikan perbatasan hanya sebagai simbol politik. Menurutnya, Pulau Sebatik membutuhkan kehadiran nyata negara, baik dalam bentuk pembangunan fisik, regulasi hukum, maupun perlindungan terhadap hak dan kesejahteraan rakyat.
"Pemerintah harus hadir dengan kebijakan yang berpihak dan langkah hukum yang tegas. Jangan biarkan perbatasan hanya menjadi simbol politik tanpa arti bagi rakyat," pungkasnya.(*)